Bojonegoro, Megaposnews.id, — Perdebatan terkait penamaan masjid megah di Kecamatan Margomulyo semakin menarik perhatian publik. Masjid yang dibangun menggunakan anggaran APBD Bojonegoro mulai tahun 2020 hingga selesai pada 2023 itu hingga kini belum memiliki nama resmi dari pemerintah.
Meskipun masyarakat sudah terbiasa menyebutnya sebagai Masjid An-Nahdla, sejumlah usulan baru mulai bermunculan. Salah satu nama yang banyak dibicarakan publik adalah “Samin Baitul Muttaqin.” Usulan tersebut dinilai tidak sekadar nama, tetapi representasi identitas Bojonegoro yang memiliki sejarah dan kedekatan dengan budaya Samin.
Ketua Teras, Achmad Imam Fatoni, S.Pd.I menyampaikan bahwa antusiasme masyarakat dalam mengusulkan nama merupakan hal yang positif.
“Masyarakat ikut bicara karena merasa memiliki. Ini masjid yang dibangun dengan uang rakyat, jadi wajar warga ingin memberi kontribusi,” ujarnya.
Fatoni menilai momentum ini seharusnya dimanfaatkan dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, mengingat masjid tersebut belum pernah diresmikan secara formal. Ia juga mengajukan ide agar penentuan nama dilakukan melalui mekanisme sayembara terbuka.
“Akan lebih elegan apabila Bupati memberikan ruang partisipasi rakyat melalui sayembara. Dengan begitu, hasilnya akan menjadi keputusan yang demokratis dan membanggakan masyarakat.”
Sementara itu, Dewan Pakar Kebijakan Publik, Sudarnanto, SE., memberi peringatan agar polemik ini tidak berkembang menjadi isu politik.
“Perdebatan nama masjid ini jangan menjadi pemantik gesekan kepentingan. Pemerintah perlu bijak dan cepat mengambil langkah agar diskusi tidak melebar liar.”
Sudarnanto mendukung gagasan pelibatan publik secara langsung dalam penetapan nama. Menurutnya, masjid ini bukan hanya bangunan ibadah, tetapi juga nanti akan menjadi ikon wisata religi Bojonegoro.
“Karena dibangun dengan APBD, maka sangat tepat apabila masyarakat Margomulyo, organisasi Islam, dan warga Bojonegoro terlibat dalam proses penamaannya.”
Ia menegaskan bahwa tujuan pembangunan masjid ini jelas: memperkuat identitas religius masyarakat sekaligus menjadi simbol daerah yang bermartabat, religius, modern, dan tetap menghormati akar budaya.
Kini, masyarakat menunggu keputusan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Apakah nama masjid akan ditetapkan secara tertutup, atau justru melalui proses partisipatif yang memberi ruang kepada aspirasi publik?
Satu hal yang pasti, keputusan nama ini bukan hanya soal tulisan di papan nama masjid, tetapi tentang identitas, penghormatan sejarah, dan hak masyarakat atas pembangunan yang dananya berasal dari rakyat.
Red…












