Daerah  

GMBI Desak DPUBMPR, Buka Data Temuan Bernilai Rp 8,12 Miliar, Bukan Hanya Mendengar Jawaban Sudah Di Tindaklanjuti

Bojonegoro, Megaposnews.id, — Polemik pengelolaan proyek rehabilitasi jalan oleh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang (DPUBMPR) Kabupaten Bojonegoro kembali menjadi perhatian publik. Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Wilter Jawa Timur melalui Distrik Bojonegoro resmi meminta klarifikasi terbuka atas temuan penyimpangan pekerjaan tahun 2024 senilai Rp 8,12 miliar.

Dalam surat yang dilayangkan, GMBI menuntut DPUBMPR menunjukkan dokumen detail terkait pelaksanaan proyek, mulai dari 22 titik lokasi pekerjaan, daftar kontraktor (CV/PT) pelaksana, nilai kontrak, volume pekerjaan, dokumen tindak lanjut, hingga bukti fisik di lapangan.

Langkah ini dilakukan karena dugaan ketidaksesuaian spesifikasi dan kekurangan volume dalam pekerjaan rehabilitasi jalan dinilai bukan masalah kecil, melainkan indikasi serius lemahnya pengawasan dan kontrol mutu pelaksanaan proyek.

Namun, jawaban dari DPUBMPR justru memantik reaksi keras. Dalam surat balasan yang diterima GMBI, dinas hanya menyampaikan bahwa seluruh temuan telah “ditindaklanjuti” dan disetor ke kas daerah, serta diklaim sudah dilaporkan ke Inspektorat.

Jawaban itu dinilai terlalu singkat dan tidak menjawab substansi permintaan.

  • Tidak ada daftar titik pekerjaan.
  • Tidak ada identitas kontraktor.
  • Tidak ada uraian penyebab penyimpangan.
  • Tidak ada bukti fisik tindak lanjut di lapangan.
  • Tidak ada penjelasan mengapa penyimpangan terjadi berulang setiap tahun.

Ketua GMBI Wilter Jatim, Sugeng S.P, menyebut sikap DPUBMPR tidak sejalan dengan prinsip keterbukaan informasi publik.

Publik tidak bisa hanya diberi jawaban normatif. Kalau ada temuan Rp 8,12 miliar, maka harus jelas siapa yang bertanggung jawab, bagaimana tindak lanjutnya, dan apa jaminan agar ini tidak terulang,” tegasnya.

Ia juga menginstruksikan GMBI Distrik Bojonegoro untuk menunggu jawaban lanjutan maksimal empat hari kerja. Bila tidak ada respons komprehensif, GMBI menegaskan siap melangkah ke DPRD, meminta hearing resmi, menggandeng lembaga monitoring, dan bila diperlukan membawa persoalan ini ke aparat penegak hukum.

GMBI menilai, persoalan ini bukan semata laporan administratif, melainkan persoalan kualitas pembangunan, kepatuhan prosedur, dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran publik.

Karena pada akhirnya, proyek infrastrukturlah yang paling mudah dilihat hasilnya :

  • Jika dikerjakan benar, masyarakat menikmati manfaatnya bertahun-tahun.
  • Jika dikerjakan asal, hasilnya mudah retak, cepat rusak, dan selalu kembali menjadi alasan pengadaan anggaran baru tahun berikutnya.

Kini publik menunggu, apakah DPUBMPR akan membuka data secara transparan, atau tetap berlindung di balik jawaban singkat “Sudah ditindaklanjuti.”

Red..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *