Tuban, Megaposnews.id, – Di Desa Bulurejo, Kecamatan Rengel, Tuban, bantuan ayam petelur dari APBN tampaknya punya jalur khusus, bukan jalur desa, bukan jalur masyarakat, melainkan jalur pintas yang hanya dikenali oleh mereka yang lihai membaca celah dan menutup mata publik.
Program pemerintah yang seharusnya menyejahterakan rakyat tiba-tiba menjelma menjadi paket misterius, datang tanpa suara, dikerjakan tanpa saksi, dan hilang tanpa jejak.
Warga menyebutnya bantuan “by ghost, for ghost”, karena desa sendiri tidak pernah tahu kapan hantu itu datang, desa tidak diajak, tapi Suruh Mengamini
Perangkat desa dibuat seperti penonton:
- Tidak diminta verifikasi,
- Tidak diajak koordinasi,
- Tidak menerima pelaporan,
- Bahkan tidak diberi tahu bahwa bantuan sudah turun.
Jika pemerintah pusat berniat memotong birokrasi, ini mungkin contoh paling ekstrem, desa tidak hanya dipotong, tapi disingkirkan sekalian dari panggung, anehnya, bantuan justru mulus masuk. Siapa dalangnya? Yah, tentu bukan desa.
Nama PYTO (inisial) muncul dari banyak keterangan warga. Disebut-sebut sebagai “pengurus” proposal, jalurnya tembus ke dinas bahkan politisi DPRD, seolah tanpa cap desa, tanpa koordinasi resmi, tapi bisa melenggang manis.
Pertanyaan menggantung di udara:
- Apakah proposal sekarang bisa jalan pakai jalur premium?
- Apakah desa hanya dianggap ornamen administratif?
- Atau memang ada “tangan-tangan kreatif” yang membuktikan bahwa sistem bisa ditaklukkan oleh mereka yang tahu pintu sampingnya?
Kelompok tani hanya dipinjam nama, legalitas dijadikan bungkus.
Program tetap berjalan, tapi untuk siapa, tidak ada yang bisa menjawab, transparansi nol besar, manfaat lebih nol lagi.
Semuanya seakan rapi, karena tidak pernah ditunjukkan ke publik, program negara disulap jadi “Program Pribadi”
Jika bantuan pemerintah biasanya melewati desa, kali ini bantuan memilih rute baru yang lebih sunyi. Desa tak diberi peran, masyarakat tak diberi suara, tapi ada pihak yang begitu percaya diri mengurus semuanya di balik layar.
Ketika jalur resmi dipotong, ketika desa dipinggirkan, ketika laporan hilang, ketika bantuan tak terlihat, publik patut bertanya, bantuan ini sebenarnya untuk rakyat atau untuk menjaga ritme bisnis proposal?
Jika kementerian atau dinas masih merasa program ini berjalan baik, mungkin sudah saatnya mereka turun dan melihat sendiri kenyataan di lapangan, yang bahkan desa pun tidak pernah melihat, bukalah data, tunjukkan bukti, tampilkan distribusi resmi.
Jika tidak, program pemberdayaan akan terus menjadi program siluman, dan proposal akan tetap jadi komoditas yang lebih laku daripada kesejahteraan petani.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak dinas maupun pengurus kelompok tani, belum terkonfirmasi.
Red…


