Daerah  

Warga Dipaksa Kosongkan Kios, Pemerintah Desa Menghilang Saat Ditanya

Tuban, Megaposnews.id, – Situasi di Desa Bangunrejo kini bukan sekadar panas, tetapi meledak. Warga pemilik kios merasa dipaksa mengosongkan bangunan mereka sementara Pemerintah Desa (Pemdes) Bangunrejo justru seolah menghilang ketika dimintai penjelasan.

Warga menilai Pemdes menjalankan kebijakan yang “berjalan sendiri”, tanpa dialog, tanpa sosialisasi, dan tanpa keberanian tampil di depan publik untuk mempertanggungjawabkannya.

Ledakan amarah warga pecah pada Sabtu (29/11/2025). Spanduk merah berukuran besar dipasang di lokasi sengketa, isinya seperti sirine yang menandai bahwa warga tidak lagi mau ditindas :

KAMI PEMILIK KIOS/TOKO YANG SAH SIAP MELAWAN PEMBONGKARAN LEWAT JALUR HUKUM.”

Bukan sekadar spanduk, itu deklarasi bahwa warga siap bertarung habis-habisan di jalur hukum jika Pemdes tetap menutup telinga.

Warga mengklaim kios-kios mereka berdiri dengan legitimasi jelas sejak tahun 2000. Namun kini mereka dihadapkan pada perintah pengosongan yang datang tiba-tiba, tanpa musyawarah, tanpa transparansi soal ganti rugi, dan tanpa penjelasan mengapa bangunan yang dulu diakui kini ingin disapu bersih.

Yang membuat warga semakin tersulut adalah sikap sunyi Pemdes. Saat dikonfirmasi lewat WhatsApp, Kepala Desa Bangunrejo, Teguh Hermanto, terlihat membaca pesan, tetapi tak membalas sepatah kata pun.

Di tengah konflik sebesar ini, diamnya pemimpin desa terasa seperti lempar batu lalu sembunyi tangan.

LSM Botani Matro Woengoe (BMW) yang mendampingi warga menyebut langkah Pemdes sebagai tindakan yang memicu kegaduhan sendiri. Warga mengingatkan bahwa pembongkaran tanpa prosedur dapat berbenturan dengan aturan pidana, dan mereka tidak ragu membawa persoalan ini ke ranah hukum.

Ketua BMW, Matenan Arifin, menegaskan “Bukti sudah kami kumpulkan. Jalur hukum adalah langkah kami berikutnya.

Pernyataan itu bukan emosi sesaat; itu sinyal bahwa warga siap menghadapi pemerintah desa hingga babak terakhir.

Kini sorotan publik dan tekanan moral jatuh pada Camat Soko serta Inspektorat Tuban. Mereka menerima tembusan surat penolakan warga. Jika keduanya ikut bungkam, lonjakan konfliknya bisa lebih dahsyat, bahkan menjalar menjadi krisis kepercayaan masyarakat terhadap aparat desa.

Bagi warga Bangunrejo, ini bukan sekadar soal kios. Ini soal penghormatan terhadap hak, martabat, dan keadilan, mereka sudah teriak, sudah menulis surat, sudah memasang spanduk. Yang belum mereka dapat hanya satu jawaban.

“Jika jawaban itu tak pernah datang, warga sudah menentukan medan pertempuran berikutnya pengadilan” Pungkas Mantan.

Red..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *